Senin, 16 November 2009

Why Me?

Dua tahun sudah kulewati bersama 'monster' itu di dalam darahku. Aku tak tahu bagaimana cara monster tersebut memperbanyak diri sehingga bisa menyebar ke seluruh bagian tubuhku dan menggerogotinya. Aku hanya menjadi semakin lemah dan semakin sering diserang rasa sakit yang seringkali tak mampu kutahan—tak mampu kulawan.

Obat yang seharusnya menjadi pahlawan pembunuh 'monster' justru malah membuatku semakin kesakitan. Takut. Aku tak mampu percaya bahwa 'pahlawan' tersebut benar-benar bisa menjadi 'pahlawan' yang akan menyelamatkan tubuhku dari kehancuran total. Mungkin aku memang seorang pengecut yang tak berani mengambil sebuah langkah maju untuk sebuah kemenangan yang mungkin hanya 30% itu. Aku takut waktuku akan jadi semakin singkat karenanya.

Tidak. Bukan kematian yang kutakuti. Siapapun takkan bisa menghindari sang dewa maut. Aku hanya takut kehilangan sang waktu. Momen-momen di depan yang mungkin sangat berharga, aku tak ingin kehilangan itu. Tapi aku juga takut tak mampu menjalani 'waktu' dengan adanya 'monster' itu di dalam darahku.

'Monster' itu telah mengikis mimpi-mimpiku sedikit demi sedikit. Dia menghapus cercahan-cercahan harapan yang tadinya kumiliki. Apa yang awalnya mungkin menjadi tak mungkin lagi bagiku. Aku tak tahu apa yang 'monster' itu inginkan dan kenapa dia harus memilih aku sebagai korbannya?

Sakit. Tiap malam aku harus bergumul dengan rasa sakit di seluruh tulang-tulangku. Sakit yang bahkan tak bisa kugambarkan lewat kata-kata terus menyiksaku. Seringkali membuatku berharap sang maut segera menjemputku, membebaskanku dari segala penderitaan panjang ini. Namun, hingga saat ini, aku masih dibebankan dengan semua itu.

Dia pun telah merebut orang-orang yang aku sayang. Perlahan dia membuatku semakin merasa dikucilkan dari dunia. Aku kesepian. Mereka yang biasanya mengajakku bersenang-senang, kini melupakan aku. Karena aku kini hanya jadi beban bagi mereka. Dan aku pun tak bisa protes karena itu benar adanya. Aku beban bagi semua orang. Bahkan bagi diriku sendiri.

Kehidupan seolah sedang mempermainkan batinku. Mempermainkan imanku. Aku diletakkan diantara kehidupan dan kematian. Membuatku nyaris gila. Yang mana yang hendak dipilihkan untukku?

Kenapa harus aku?

Bagaimana masa depanku?

Siapakah yang bisa menjawabnya...