Minggu, 24 Januari 2010

Natal yang Sederhana

Natal yang Sederhana
author : Yuki Aikawa

"Ahhh.. aku kesal!! Kenapa sih tahun ini Papa nggak mau membuat pesta natal besar-besaran di rumah?! Biasanya kan selalu diadain!! Padahal aku sudah gembar-gembor di sekolah!!" teriak Verena marah.

Verena adalah seorang putri direktur hotel terkenal. Kekayaan orangtuanya memanjakan dia sejak kecil. Apa yang Verena inginkan selalu dituruti. Hal itu membuat Verena tumbuh menjadi anak yang manja dan egois. Dia akan marah jika apa yang dia mau tidak dikabulkan, seperti saat ini. Dia marah-marah pada orangtuanya karena tidak mengadakan pesta Natal besar-besaran seperti tahun-tahun sebelumnya. Seperti layaknya putri kaya, Verena senang sekali menjadi pusat perhatian orang banyak. Dia senang mengenakan gaun bagaikan putri-putri raja.
Verena adalah gadis yang cantik, tubuhnya tinggi dan langsing, rambutnya panjang dan hitam berkilau, kulitnya putih mulus dan gerak-geriknya pun anggun. Semua teman-teman di sekolah takut padanya, mendekatinya karena dia kaya dan tak berani macam-macam padanya. Guru-guru pun begitu. Mereka tak berani menegur kesalahan Verena sehingga membuat keegoisan Verena semakin menjadi-jadi.

"Papa pikir, kita tak perlu menghambur-hamburkan uang untuk hal seperti itu," jawab Papa diiringi anggukan Mama.

"Tapi ini kan Natal, hanya setahun sekali. Nggak masalah dong, Pa!" kata Verena masih marah.

"Setiap tahun kan Papa selalu mengadakan Pesta Ulang Tahun untukmu. Papa rasa itu saja sudah lebih dari cukup. Di hari Natal, lebih baik kita menghabiskan waktu bertiga saja untuk makan di family restaurant atau jalan-jalan ke suatu tempat."

"Ihhh Papa kuno ah. Lalu mau ditaruh dimana mukaku? Aku sudah gembar-gembor di sekolah kalau di rumah kita ini akan diadakan pesta Natal terbesar di lingkungan ini!! Pokoknya Papa harus bikin pestanya!!" Verena keras kepala.

"Verena, turuti kata Papamu. Jangan kurang ajar," sahut Mama.

"Nggak mau! Pokoknya pesta harus tetap diadakan!!" raung Verena.

"Cukup, Verena!! Papa bosan mendengarmu terus-terusan merajuk soal ini. Papa ingin mulai tahun ini, kita adakan pesta Natal yang sederhana di rumah. Hanya kita bertiga. Papa ingin keluarga kita semakin dekat..." tegur Papa.

Verena menundukkan kepala, dia menangis. Kesal karena ini pertama kalinya Papa menolak permintaannya. Sedih karena ini pertama kalinya Papa membentak dia. Verena berlari ke kamarnya, membanting pintu dan langsung melompat ke kasur. Dia menangis sampai tertidur.

Dalam tidurnya, Verena bermimpi. Dia dibawa oleh seseorang ke sebuah gubuk reyot. Disana tinggal seorang ibu tua dan 5 orang anaknya. Mereka semua dekil dan kotor karena tak punya baju ganti dan tak pernah mandi. Bau badan mereka menyengat ketika Verena melangkah masuk ke dalam gubuk itu.

"Ukh, bau!!" gerutu Verena. Dia hendak keluar dari gubuk itu, tapi kakinya seolah di lem di lantai. Dia tak bisa bergerak. Orang yang tadi membawanya menunjuk ke arah ibu tua itu. Verena terkesiap. Ibu tua itu adalah dirinya di masa depan! Begitu lusuh, kotor, dekil.

"Ke... kenapa aku jadi begitu?!" tanya Verena panik, "dan anak-anak siapa itu?!"

"Mereka adalah anak-anakmu," jawab orang itu. Verena tak bisa menatap wajahnya. "Masa depanmu akan jadi seperti itu bila kamu terus membuat orangtuamu menghambur-hamburkan uang untuk pesta yang tak ada gunanya. Mereka akan jatuh bangkrut. Papamu akan mati terkena serangan jantung. Kemudian, kamu terjerumus dalam pergaulan yang salah. Kamu jatuh dalam narkoba dan seks bebas. Kamu hamil, tapi kamu tak tahu siapa papa dari bayi dalam kandunganmu. Mamamu yang stress melihatmu akhirnya akan jatuh sakit dan akhirnya menyusul papamu. Kamu sendirian. Hidup terombang-ambing karena kamu tak punya kemampuan apapun. Kamu tak bisa apa-apa karena terbiasa dilayani oleh orang lain. Kamu hanya bisa menggerutu, mengeluh, bergantung pada orang lain. Pada akhirnya, kamu hanya dijadikan mainan oleh pria-pria tak bertanggungjawab... dan..."

"Hentikan... Jangan... diteruskan lagi...," isak Verena. Dia ketakutan membayangkan dirinya akan jadi seperti itu di masa depan. Takut membayangkan papa dan mamanya pergi meninggalkan dia selamanya.

Orang itu menepuk bahu Verena, membuat Verena merasa nyaman.

"Tak perlu takut. Kamu masih punya kesempatan untuk mengubah masa depanmu. Jangan lagi sombong. Kekayaan orangtuamu bukanlah sesuatu yang kekal. Sewaktu-waktu itu bisa habis bila dihambur-hamburkan. Belajar mandiri, terlalu bergantung pada pelayan hanya membuatmu semakin tak bisa melakukan apa-apa sendiri. Berubahlah. Maka masa depanmu takkan jadi seperti ini."

Verena terbangun. Wajahnya masih sembab karena menangis. Keringat dingin membasahi pakaiannya. Begitu sadar dia ada di rumahnya, dia segera berlari ke luar kamar mencari kedua orangtuanya dan memeluk mereka. Kedua orangtuanya terheran-heran dengan perubahan tingkah laku Verena yang begitu tiba-tiba.

"Ada apa, Nak?" tanya Mama lembut sambil mengusap kepala Verena.

"Maafkan Verena, Pa, Ma... Selama ini Verena begitu egois dan manja," isak Verena di pelukan orangtuanya.

Kedua orangtuanya saling berpandangan. Tersenyum bahagia meskipun bingung dengan tingkah laku anaknya.

"Tak apa-apa, Nak. Yang penting kamu sudah menyadari kesalahanmu dan mau berubah," kata Papa bijak.

"Iya, Pa. Verena janji. Papa tak perlu bikin pesta. Kita rayakan Natal yang sederhana saja, Pa," ujar Verena.

"Teman-temanmu bagaimana?" tanya Mama.

"Tak masalah. Verena cuma ingin merayakan Natal bersama Papa dan Mama saja."

Natal tahun itu berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Tak ada pesta besar. Hanya ada makan malam bersama antara Papa, Mama dan Verena. Menghias pohon natal bersama. Saling bertukar kado Natal dan bergembira. Inilah Natal yang sesungguhnya, saat sebuah keluarga melewatinya dengan penuh tawa dan kehangatan menambah keharmonisan di antara mereka. Natal yang sederhana namun begitu meriah dengan sukacita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar